Taufik Hidayat mengakui hasil bulutangkis Indonesia di Olimpiade 2024 tak maksimal. Namun, bukan berarti RI tak ada kans memperbaiki di ajang berikutnya.
Hal itu diutarakannya karena Olimpiade berbeda dengan turnamen-turnamen bulutangkis dunia yang biasanya diikuti para atlet.
“Pertandingan biasa dan olimpiade itu memang beda ya. Kita melihat kemarin seorang Djokovic saja baru kemarin juara kan setelah melalui beberapa Olimpiade,” kata Taufik dalam jumpa persnya di Pelatnas PBSI, Cipayung, Kamis (15/8/2024).
Taufik sendiri pernah merasakan sulitnya meraih medali emas. Padahal saat itu dia diandalkan dan punya rekam jejak prestasi yang bagus sebelum tampil di Olimpiade 2000 di Sydney.
Baca juga: Olimpiade: ‘American Dream’ Indonesia Harus Dikejar dari Sekarang |
“Saya waktu itu masih usia 19 tahun, ranking satu, dan sangat diharapkan menjadi juara olimpiade. Tapi endingnya di quarterfinal kalah dari China (Ji Xinpeng), yang sebulan sebelumnya saya kalahkan di Thomas Cup. Jadi memang tak gampang main di olimpiade ini,” tuturnya.
“Tapi saya belajar dari kekalahan itu di 2004, saya baru tahu mesti bagaimana mesti menghandle diri, latihan apa semuanya.”
“Di sini, saya di Tim Ad Hoc, selalu menyampaikan dalam tim dan pemain juga bahwa dari angka 10, satu sampai sembilannya kita sudah siapkan semua, dari pelatih, nutrisi, semua ada. Nah, 10-nya dari pemain lah di dalam lapangan.”
“Memang tak gampang. Jadi kita ini di luar sudah menyiapkan semua dan saat di dalam lapangan kita cuma bisa menonton dan berdoa,” lanjutnya.
“Jadi kalau dibilang masyarakat dan media, kita (bulutangkis) enggak baik-baik saja, lagi jelek, lalu pengurusnya semua, saya di sini selama 6-7 bulan merasakan, saya langsung berdampingan dengan pemain, memang secara psikis mereka yang berat,” kata Taufik.
Baca juga: Diterima Jokowi, Peraih Medali Olimpiade Dapat Bonus di Istana Negara |
“Kalau melihat dari teknik dan fisik, terutama untuk tunggal sangat yakin dari semenjak saya ikut Tim Ad Hoc ini sampai ikut di Paris latihan terakhir, saya sangat yakin sekali dengan mereka.”
“Jujur di lapangan secara mental meskipun kita harus bersyukur dan harus mengakui bulutangkis dengan tradisi emasnya, kita tak maksimal tapi kita patut bersyukur untuk Gregoria,” ujarnya.
Taufik juga mengakui kadang suka panas jika ada pertanyaan-pertanyaan soal generasi tunggal putra yang belum menyamai prestasinya meraih emas Olimpiade.
“Memang agak panas juga kuping ini tapi dengan adanya ini buat saya jadi pengalaman juga untuk ke depannya bagaimana menghandle atlet ini, terutama untuk tunggal putra ya,” tuturnya peraih medali emas Olimpiade 2004 di Athena ini.
“Jadi ke depan kita harus gotong royong dan butuh masukan juga dari media dan masyarakat semua, siapa badminton lovers semuanya, kita melihat ke depan. Saya juga yakin olahraga ini tak instan dan butuh waktu panjang.
Baca juga: Tim Ad Hoc Olimpiade Paris Resmi Dibubarkan |
“Saya setuju banget kita harus, terutama Ketua Pak Fadil dan pengurusnya nanti membuat timeline jangka pendek, menengah, dan jangka panjang gol besarnya di Olimpiade 2028,” jelas Taufik.
“Sekali lagi, olimpiade ini tak segampang yang orang kira. Masuk olimpiade saja sudah bagus apalagi dapat medali, apalagi medali emas. Jadi memang kita harus ekstra mentreatment si atlet ini dan butuh kerja sama, enggak bisa hanya pemainnya saja,” ucapnya.
“Dari sini kalau kita dibilang pengurusnya disalahin ya kita sudah berbuat maksimal. Ayo kita lihat ke depan sama-sama, lebih bagus lagi, dan kita punya waktu panjang saling mendukung untuk olimpiade berikutnya.”
“Kekalahan ini jadi pacuan kami terutama ketua kami yang baru ini agar lebih fight lagi, kasih spirit lagi, dan bisa lebih baik lagi di 2028 pada Olimpiade Los Angeles,” Taufik mempertegas.